Total Tayangan Halaman

Minggu, 14 Juni 2015

Kemahasiswaan, Keprofesian, dan Kaderisasi


Bermula dari sebuah tugas…

Ya, ini semua bermula dari sebuah tugas. Sebuah tugas untuk mewawancarai beberapa senior kami mengenai beberapa materi. Wawancara, yang mungkin sedikit menjurus ke bentuk kajian, ini, cukup membukan pikiran saya dan merangsang otak saya untuk berpikir lebih kritis. Tentu saja saya belum bisa mengatakan bahwa saya adalah orang yang berpikiran terbuka dan kritis. Hanya saja, saya benar-benar mengakui bahwa budaya kajian (atau diskusi) di ITB dan HIMATEK ini sangat baik dan merupakan salah satu cara penyebaran ilmu dan nilai yang baik.
Singkat saja, sebenarnya saya dan teman-teman saya mewawancarai senior-senior kami, yaitu M. Pramaditya Garry H. (Teknik Material 2011)  selaku Ketua Kabinet KM-ITB 2015/2016, Aditya Putra Pratama (Teknik Kimia 2011) selaku mantan Kadiv Keprofesian BP HIMATEK 2014/2015, dan Pranidhana mahardhika (Teknik Material 2011) selaku Menko PSDM Kabinet KM-ITB 2015/2015 (belum dilantik) dan manta Ketua BP MTM 2014/2015. Orang-orang ini adalah orang-orang yang hebat dengan pengetahuan yang luas dan pikiran terbuka. Saya bersyukur bisa berdiskusi dengan mereka.
Oke, langsung saja. Jadi, apa sih yang kami perbincangkan? Topik diskusinya tidak jauh-jauh dari kemahasiswaan, keprofesian, dan kaderisasi. Ohya, karena artikel kali ini sepertinya akan cukup panjang, saya tidak akan menggunakan bahasa yang terlalu formal dan berbelit-belit (karena saya pun tidak mampu J) dan struktur yang terlalu kaku. So, let’s start and enjoy it!

Kemahasiswaan menurut kang Garry

Sore itu, kang Garry memulai diskusi kami dengan bertanya, “Who are you?” pertanyaan yang cukup sulit menurutnya. Bahkan beliau pun masih belum bisa menjawab pertanyaan ini dengan baik. Ada berbagai cara untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan itu. Pertama, kenali teman-teman terdekat, ketahui bagaimana orang lain mengenal kamu (misalnya, “Oh, Garry yang taplok?” atau “Garry KM?”) dan tanyakan pada orang tua. Sekarang, coba tanyakan pada orang-orang di sekitar kamu, siapakah diri kamu menurut mereka?
Well, semua julukan yang ditujukan kepada kita para mahasiswa, biasanya berkaitan dengan prestasi dan kegiatan kita selama menjadi mahasiswa. Misalnya saja, pernyataan-pernyataan sebagai berikut,
“Si X yang punya IP 4,00”
“Si X yang kemarin menang lomba Safety UGM itu kan?”
“Oh, itu X yang kemarin menginisiasi adanya ITB in move, bukan?”
“Anak MBWG dia”
“Si X yang HIMATEK kan?”
“Dia itu kadiv pengabdian masyarakat himpunan Y lho”
“Itu lho yang sering nongkrong di sekre himpunan”
Dan masih banyak lagi. Jadi, orang-orang mengenal kita dengan adanya prestasi-prestasi atau kegiatan kita sebagai mahasiswa. Hal ini lah yang membuat kita sebagai seorang mahasiswa. Seorang mahasiswa tanpa tindakan atau kegiatan, bukanlah seorang mahasiswa. Jadi, apa itu kemahasiswaan? “Kemahasiswaan adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh mahasiswa. Kegiatan-kegiatan ini akan berhenti dan mencapai tujuannya ketika seorang mahasiswa telah lulus dari Perguruan Tinggi.” Kata Kang Garry.
Yang menjadi permasalahan di sini adalah kenapa ada kemahasiswaan. Pak Hatta mengatakan bahwa Perguruan Tinggi adalah wadah pengembangan insan akademis, untuk berfikir dan bertindak berdasarkan asas keilmuan, dan bagi orang-orang yang menyala hati nuraninya. Jadi, seharusnya segala kegiatan kemahasiswaan itu ada untuk  mengembangkan insan akademis agar berfikir dan bertindak berdasarkan asas keilmuannnya dan untuk menjadikan mereka sebagai pribadi yang menyala hati nuraninya.
Ada suatu perkataan Danlap OSKM beberapa tahun lalu yang dikutip oleh kang Garry, yaitu
“Nak, kalau kamu jadi seorang mahasiswa, jadilah orang yang terang nuraninya dan cakap keilmuannya”. Maksudnya adalah, seorang yang redup nuraninya tapi cakap keilmuannya akan menjual negaranya sendiri, tapi orang yang terang nuraninya tapi tidak cakap keilmuannya akan terbeli oleh orang asing. Jadi, kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seharusnya juga dapat menyalakan hati nurani seseorang
Pemikiran pak Hatta kemudian menghasilkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dapat kita kelompokkan sebagai pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Akan tetapi, Tri Dharma Perguruan Tinggi yang diterapkan oleh mahasiswa masih banyak yang merupakan pencitraan semata. Contohnya adalah pengabdian masyarakat. Banyak contoh-contoh pengabdian masyarakat yang dilakukan tidak tepat sasaran dan merupakan suatu pencitraan atau pemenuhan tugas-tugas saja. Hal ini merupakan suatu kemunduran. Hal yang perlu kita benahi adalah pola pikir sendiri. Seharusnya pola pikir mahasiswa dapat disamakan (dalam satu bingkai yang sama) dengan elemen-elemen perguruan tinggi lainnya.

Pergerakan mahasiswa dari masa ke masa

Pergerakan mahasiswa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu eksternal dan internal. Kegiatan internal dapat berupa kegiatan pendidikan, penelitian, dan kajian. Kegiatan eksternal sendiri adalah kegiatan yang biasa kita artikan sebagai kegiatan-kegiatan yang membawa mahasiswa untuk berkarya di luar kampus, misalnya pengabdian masyarakat dan aksi turun ke jalan. Menurut kang Garry, pergerakan mahasiswa yang eksternal itu sendiri telah membuat mahasiswa menjadi instrumen dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Bagaimana contohnya? Untuk menjelaskan hal ini, kita akan membagi masa pergerakan mahasiswa menjadi empat bagian, yaitu tahun 45, tahun 66, tahun 98, dan 2015-2018.
Pada tahun 45, terdapat dua pihak yang berseteru yaitu pihak Jepang dan Sekutu. Mahasiswa pada zaman itu sendiri memanfaatkan (menunggangi) sekutu agar bebas dari jajahan Jepang.
Pada tahun 66, terdapat dua pihak yang berseteru pula, yaitu TNI AD dan PKI. Mahasiswa bekerja sama dengan TNI AD untuk menggulingkan Soekarno.
Sedangkan pada tahun 98, terdapat dua piha yang berseteru, yaitu pihak yang pro Soeharto dan kontra Soeharto. Mahasiswa menunggangi pihak yang kontra Soeharto untuk menurunkan Soeharto dari jabatannya.
Tahun 2015-2018? Ini adalah massa yang akan kita hadapi saat ini. Bagaimanakan sikap mahasiswa pada permasalahan-permasalahan yang ada saat ini?
Mahasiswa sebagai instrumen. Mungkin hal ini benar, tapi sebagian. Apabila kita melihat aksi-aksi mahasiswa pada masa-masa sebelumnya, mahasiswa bukan hanya sebagai instrumen, tapi mahasiswa sebagai motor pergerakan. Kita dapat melihat mahasiswa sebagai salah satu elemen yang memiliki suara dan dapat bertindak menurut pendapatnya sendiri. Mahasiswa merupakan suatu elemen masyarakat yang bertindak independen dan oleh karenanya mampu membaca peta besar politik dari segi positif. Mahasiswa dapat menentukan pihak mana yang lebih baik, itulah sebabnya pihak yang didukung mahasiswa biasanya menang J
Akan tetapi zaman saat ini berbeda dengan zaman yang dulu. Dulu, masyarakat tidak dapat menyuarakan suaranya (mengingat tekanan militer dan antek-antek pemerintah). Sehingga adanya aksi mahasiswa telah dapat menyuarakan suara masyarakat terutama masyarakat kalangan bawah. Ya, pergerakan mahasiswa dulunya bertujuan untuk mewujudkan cita-cita rakyat dan mengingatkan pemerintah akan keadaan saat itu.

Bagaimana keadaan saat ini?

Ada suatu teori mengenai pemerintahan, dimana pemerintahan bergerak menuju suatu era yang baru. Terdapat tiga tahapan pemerintahan, yaitu pre-bureaucratic (masa kerajaan, pemerintahan tidak terpusat), bureaucratic (revolusi pemerintahan, pemerintahan terpusat), dan post-bureaucratic (transparansi, pilihan, akuntabilitas). Pergerakan ini didorong oleh cepatnya arus informasi. Pada tahap post-bureaucratic informasi yang ada tersebar begitu cepat dan transparan sehingga masyarakat dapat menentukan pilihannya sendiri dan terdapat pertanggungjawaban oleh pemerintah terhadap sistem yang ada.
 Indonesia berada pada masa transisi antara bureaucratic dan post-bureaucratic. Artinya masyarakat sudah mulai dapat menerima informasi dengan cepat dan dapat menentukan pilihannya sendiri. Sikap mahasiswa yang turun ke jalan saat ini, apabila berlebihan ditakutkan dapat memisahkan masyarakat dengan pemerintah. Padahal, pemerintah saat ini sedang memberikan hak yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berbicara. Jadi, seharusnya pergerakan mahasiswa pada zaman ini diharapkan adalah pergerakan yang dapat membantu pemerintah dan sistem yang ada untuk mencapai tahap post-bureaucratic.
Satu saran lagi bagi mahasiswa, ilmu sosial dan politik merupakan sesuatu yang juga penting karena dari sinilah mahasiswa dapat menilai dan menentukan sikapnya kepada sistem yang ada. Akan tetapi, tugas utama mahasiswa juga tidak dapat dilupakan. Pada akhirnya semua harus seimbang, bukan? Mahasiswa memang harus bergerak, tapi jangan hanya mempermasalahkan metodenya saja, buktikan!

Lalu, bagaimana cara membuktikannya?

Sebenarnya ada banyak cara untuk melaksanakan pergerakan mahasiswa. Aksi ke jalan, berhimpun, melakukan kajian, dan bahkan mengembangkan keilmuannya sendiri. Seperti yang kita tau, asas dari suatu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) adalah keprofesian, maka kita tentu dapat mengembangkan keprofesian itu sendiri. (Berhimpun sekalian mengembangkan keprofesian, 2 burung 1 batu bukan?)

Keilmuan, Keprofesian?

Apa sih perbedaan antara keilmuan dan keprofesian? Begini nih kata kak Adit.
Keilmuan adalah ilmu-ilmu yang kita pelajari. Kalau di Teknik Kimia, contohnya adalah Hukum Termodinamika I, Teknik Reaksi Kimia, dan sebagainya. Sedangkan Keprofesian? Keprofesian adalah pengaplikasian keilmuan yang kita pelajari ke dalam dunia nyata. Jadi, sebenarnya keprofesian dan keilmuan itu tidak dapat dipisahkan lho. Semakin baik keilmuan kita makan akan semakin baik pula keprofesiannya.
Tapi realita yang ada saat ini adalah mahasiswa (terutama tingkat 2 dan tingkat 3) tidak memahami kegunaan dari ilmu-ilmu yang sedang mereka pelajari saat ini. Alhasil, kebanyakan mahasiswa hanya belajar untuk mengincar nilai yang baik saja. Banyak yang masih belum berusaha untuk mengerti ilmu-ilmu (teori yang ada) itu sendiri. Akibatnya? Banyak mahasiswa yang tidak mencintai keilmuan yang sedang dipelajarinya. Padahal dengan mencintainya, kita dapat melihat kehebatan-kehebatan yang ada. Kita akan menjadi lebih peka akan permasalahan-permasalahan yang ada.
Salah satu hal buruk yang terdapat pada mahasiswa jaman sekarang adalah kurangnya perencanaan masa depan. Memang benar bahwa manusia hidup di saat ini, akan tetapi kita tentu butuh suatu target untuk dicapai. Kurangnya perencanaan ini juga sangat mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang keilmuan dan keprofesian itu sendiri. Memang cara yang terbaik untuk mengetahui keprofesian itu adalah bertanya… seperti yang tertulis di monumen Plaza Widya Nusantara:
supaya kampus ini menjadi tempat anak bangsa menimba ilmu, belajar tentang sains, seni, dan teknologi;
supaya kampus ini menjadi tempat bertanya, dan harus ada jawabnya;
supaya kehidupan kampus ini mmebentuk watak dan kepribadian;
supaya lulusannya bukan saja menjadi pelopor pembangunan, tetapi juga pelopor persatuan dan kesatuan bangsa.
Maka mahasiswa harus bertanya, bertanya kepada dosen, mahasiswa tingkat atas, teman seangkatan, adik tingkat, kepada siapapun yang bisa memberikan jawaban. Ya, mahasiswa sebaiknya bertanya dan berdiskusi mengenai kehidupan yang akan segera ia jalani.
Berbicara mengenai keprofesian, ada baiknya bila kita juga membicarakan mengenai kolaborasi antar ilmu (interdisiplin). Kenapa kita harus berkolaborasi? Suatu industri tidak dapat berdiri hanya oleh suatu disiplin ilmu. Misalkan untuk membangun suatu pabrik, kita harus mengukur laju alir fluidanya, tapi untuk mengukur laju alir itu kita membutuhkan suatu sensor, yang dibuat oleh anak mesin dan elektro. Tidak mungkin suatu industri dapat berjalan tanpa adanya kerja sama antar ilmu. Oleh sebab itu, pada saat ini pun kita dapat melatih berbagai skill untuk bekerja sama dengan jurusan lain. Tapi untuk melaksanakan kolaborasi ini tentunya dibutuhkan komitmen dan profesionalisme.

Kaderisasi menurut kang Dhika

Sebelum membahas kaderisasi, ada baiknya kita membahas mengenai makna dari berhimpun. Tidak usah muluk-muluk, kalau menurut saya sendiri, berhimpun adalah suatu kegiatan dimana orang-orang yang memiliki tujuan dan keinginan yang sama saling berbagi dan tolong menolong untuk mencapai tujuannya. Menurut kak Adit, makna berhimpun itu sendiri adalah mengenal dan mengerti hal-hal di sekitar kita. Suatu penegasan dari ketua BP HIMATEK 2015-2016, Rhesa Avila Zainal, himpunan itu ada untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya, akan tetapi anggota-anggota juga ada untuk memenuhi kebutuhan himpunan. Ada begitu banyak hal yang bisa kita dapatkan dalam berhimpun, mulai dari budaya, ilmu dan pengalaman berorganisasi, hingga jaringan pertemanan. Sayangnya semua itu tidak bisa didapat tanpa adanya usaha timbal balik dari anggota himpunan dan himpunan itu sendiri. Tantangannya adalah bagaimana membuat anggota himpunan sadar akan hal ini? Adanya kaderisasi menjawab tantangan ini.
Lalu, kaderisasi itu apa sih? Kaderisasi itu adalah suatu proses penurunan nilai-nilai yang berfungsi untuk menghilangkan gap antar anggota baru dan anggota lama dengan metode pengajaran dan pendidikan. Di dalam suatu himpunan ada nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang anggota, atau bisa juga kita sebut sebagai profil anggota baru. Biasanya profil yang dimiliki itu beririsan dengan budaya-budaya yang dimiliki oleh Himpunan itu sendiri. Anggota baru dan anggota lama pasti memiliki gap, dan gap yang dimaksud disini ada berbagai macam. Gap dalam budaya, pengenalan, ilmu pengetahuan, cara berpikir, dan kekeluargaan.
 Kita pun dapat mengambil kesimpulan bahwa kaderisasi merupakan salah satu proses pengajaran atau pendidikan. Artinya, kaderisasi adalah suatu hal yang mulia. Proses kaderisasi akan menanamkan nilai dan budaya yang baik kepada orang lain. Akan tetapi, ada sedikit perbedaan antara pengajaran dan pendidikan. Gampangnya seperti ini, dalam proses mengajar kita memberitahukan bahwa seorang manusia makan tiga kali sehari. Akan tetapi dalam proses mendidik, seseorang diberi pemahaman bahwa seorang manusia makan tiga kali sehari, dan mengapa. Jadi, metode yang sebaiknya digunakan adalah mendidik. Karena dengan metode ini, nilai-nilai dan profil yang akan dimiliki oleh anggota baru akan bertahan lebih lama karena mereka mengerti, bukan hanya tau.
Kaderisasi memang bergantung terhadap materi dan metode yang akan diberikan, tapi ternyata keberhasilan dari suatu kaderisasi juga ditentukan oleh input anggota baru. Mengapa? Karena yang akan diubah dalam kaderisasis adalah pola berpikir seseorang. Lalu, apakah lama kaderisasi dapat menentukan output yang dihasilkan? Untuk menjawab permasalahan ini, kang Dhika menceritakan kepada kami mengenai sistem pendidikan yang ada di Finlandia.
Sistem pendidikan di Finlandia dikabarkan sebagai sistem pendidikan terbaik di dunia menurut versi PISA. Mengapa demikian? Ternyata terdapat suatu prinsip yang berbeda yang dianut oleh Finlandia dibandingkan dengan negara lain. Prinsip tersebut adalah “Less is more”. Masyarakat di Finlandia melakukan sesuatu cukup seperlunya saja, begitu juga dengan belajar. Waktu mereka untuk belajar relatif lebih sedikit, yaitu 6 x 45 menit setiap harinya dengan adanya istirahat 15 menit di setiap 1 jam belajar. Mereka belajar seperlunya saja. Lalu apa yang membuat sistem pendidikan mereka terbaik? Ternyata terdapat pada pengajar mereka. Guru yang ada di dalam kelas ada dua dan masing-masing memiliki tugas yang berbeda (sebagai pemberi materi dan sebagai pengamat efek kognitif dll), dan guru (wali kelas) ini akan tetap sama walaupun mereka telah naik kelas. Mengapa demikian? Rupanya guru yang tetap sama ini bertujuan untuk pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan. Selain itu terdapat interaksi dari hati ke hati antara guru dan murid. Ya, rupanya masyarakat Finlandia lebih mementingkan interaksi antar warganya.
Jadi, bila kita harus belajar dari masyarakat Finlandia, kita tahu bahwa waktu belajar tidak harus lama asalkan ada interaksi dari hati ke hati antara pendidik dan murid. Tapi mungkin permasalahan ini masih kurang relevan bila dibandingkan dengan kaderisasi. Sebaiknya kita membahas kaderisasi yang ada pada himpunan mahasiswanya bukan?
Menurut teman-teman, berapa lama waktu yang dibutuhkan kaderisasi himpunan di Finlandia? Tiga bulan? Satu bulan? Dua minggu? Ternyata hanya empat hari teman-teman. Lalu, apa saja yang dilakukan dalam proses kaderisasi ini? Tujuan dari kaderisasi ini adalah orientasi atau pengenalan. Berikut kegiatan mereka setiap harinya:
Hari I      : welcoming party, acara pengakraban, kekeluargaan
Hari II    : olah ruang, pengenalan letak ruang kuliah, ruang dosen, aula, dll
Hari III   : pengenalan staff akademik
Hari IV   : sharing kakak dan adik mengenai tips & trick.
Lalu kapan adanya pembentukan pola pikir? Jawabannya tidak ada. Pola pikir mahasiswa tidak lagi dibentuk, mengapa? Karena pola pikir mereka telah dibentuk semenjak mereka duduk di pre-school sampai high school.
Tapi hal ini memang masih belum relevan dengan realita yang ada di Indonesia. Pengajaran pola pikir dari mahasiswa yang dibentuk pada saat sekolah masih belum diberikan. Saat ini masih belum ada penanaman ataupun pengembangan karakter pada sistem pendidikan di Indonesia (hasilnya belum terlihat). Jadi, mau tidak mau, kaderisasi yang ada masih harus terus dicari sistem yang terbaiknya.
Berbicara mengenai metode kaderisasi, banyak mahasiswa yang masih tidak setuju dengan adanya metode-metode seperti agitasi. Setelah berbincang dengan kang Dhika, saya sendiri pun membuka pikiran saya. Metode semacam agitasi dapat kita sebut sebagai metode pedagogi, terdapat perbedaan kedudukan antara pendidik dan murid, yaitu atas bawah. Metode ini digunakan karena kurangnya waktu yang dimiliki untuk memberi materi. Metode ini dinilai lebih efektif karena manusia “dipaksa” menerima materi dalam keadaan tertekan atau lelah. Selain metode pedagogi, terdapat metode andragogi. Metode ini menganut kesetararaan antara pendidik dan murid dan jenis interaksi yang digunakan adalah diskusi dan sharing. Kedua metode ini baik adanya, bergantung pada kebutuhan kita sebagai pemberi materi.
Cara yang sebaiknya dilakukan menurut kang Dhika? Sedikit waktu untuk pedagogi dan andragogi untuk waktu yang lama. Metode andragogi dilanjutkan secara bertahap tentu saja.
Selain hal di atas, ada beberapa menarik yang disampaikan kak Dhika mengenai pola pikir ITB. Pola pikir yang ada di ITB adalah pola pikir yang jadul, sementara jaman sudah berubah menuju jaman post-modern. Pola pikir seperti ITB adalah institut terbaik bangsa masih diterapkan. Pola pikir ITB yang ada saat ini adalah basis hasil (outcome base). Sayangnya, sistem yang ada di dalam ITB sendiri tidak diubah mengikuti perubahan basisnya. Hal ini menimbulkan permasalahan-permasalahan baru di dalam sistem pendidikan ITB sendiri.
Indonesia sendiri telah tertinggal satu langkah yang cukup besar dari Amerika dalam bidang pendidian. Pada saat ini, proses pendidikan di Amerika menitikberatkan pada pengembangan karakter sementara Indonesia menitikberatkan pada bidang riset. Wah, kebalikan dong? Ternyata, proses pendidikan ini adalah sebuah siklus. Amerika telah melewati tahap riset dan telah kembali lagi pada tahap pengembangan karakter, karena saat ini Amerika menyadari bahwa individu-individu mereka bertindak sangat liberal. Negara kita masih dalam tahap riset, tapi bagaimana pandangan teman-teman sekalian mengenai pengembangan karakter yang ada di Indonesia?
Pengembangan karakter yang ada di Indonesia yang masih belum jelas keberlangsungannya (bisa dikatakan masih belum menemukan titik stabilnya) akan tetapi masyarakat dan mahasiswa menyadari akan pentingnya dunia keprofesian. Akibatnya, mahasiswa dan masyarakat menitikberatkan fokus mereka pada bidang keprofesian, yaitu menghasilkan banyak sarjana. Padahal kita masih belum siap, akibatnya proses pembentukan ini berkepanjangan dan tidak jelas kemana arahnya. Mungkin kami masih belum bisa memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada ini.
Akhir kata, kajian itu sangat menarik. Wawancara ini telah memacu saya untuk berpikir lebih kritis sebagai mahasiswa dan mendorong saya untuk berkarya lebih baik. Bila ada yang ingin ditanyakan, atau ingin memberikan komentar dan saran, silahkan menghubungi ketiga orang di atas, atau hubungi saya melalui dessi.xiia6.7@gmail.com J


Sabtu, 13 Juni 2015

KADERISASI

Belakangan ini semakin banyak kegiatan pengaderan yang dilakukan di lingkungan pendidikan, terutama di lingkungan saya belajar, yaitu ITB. Pengaderan ini biasanya dilakukan sebagai suatu syarat untuk memasuki suatu perkumpulan, misalkan unit kegiatan mahasiswa ataupun himpunan mahasiswa jurusan. Pengaderan ini tidak terbatas pada perkumpulan-perkumpulan resmi, namun perkumpulan kecil seperti pertemanan pun terkadang memiliki sistem pengaderannya sendiri.

Apa itu kaderisasi?

Kaderisasi atau pengaderan, keduanya terbentuk dari kata dasar kader. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kader adalah 1) perwira atau bintara dalam ketentaraan; 2) orang yang memegang peran penting dalam pemerintahan, partai, dan sebagainya. Sedangkan pengaderan memiliki arti proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader.
Jadi, sebenarnya pengaderan itu adalah proses atau cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi perwira atau bintara atau orang yang memegang peran penting dalam pemerintahan. Ya, sesungguhnya istilah kaderisasi atau pengaderan ini erat digunakan dalam bidang militer ataupun politik. Namun, istilah kaderisasi atau pengaderan ini telah menjadi lebih umum dan sering digunakan mahasiswa dan pelajar. Jadi, apa sebenarnya kaderisasi itu?
Kaderisasi adalah proses atau cara mendidik dan membentuk seseorang menjadi kader di dalam suatu organisasi atau perkumpulan. Baik arti kata kader dan kaderisasi telah meluas dan memiliki tambahan arti penerus nilai-nilai dan penurunan nilai-nilai. Sehingga, arti kaderisasi dan pengaderan yang tepat di dalam dunia kemahasiswaan adalah proses penurunan nilai-nilai yang dipegang oleh suatu perkumpulan/organisasi kepada penerus organisasi/perkumpulan (kader).

Apakah Kaderisasi itu perlu?

Hal inilah yang selalu menjadi perbincangan orang-orang. Beberapa pihak merasa bahwa kaderisasi itu tidak perlu, hanya buang-buang waktu, lebih baik fokus pada kegiatan akademik saja. Di lain pihak, mereka setuju bahwa kaderisasi itu penting dan merupakan ujung tombak suatu organisasi. Lalu, bagaimana pendapat teman-teman sekalian?
Saya sendiri setuju bahwa kaderisasi itu perlu di dalam mempertahankan keberjalanan suatu organisasi. Mengapa? Suatu organisasi tanpa pemimpin akan berjalan tanpa arah, tetapi suatu organisasi tanpa massa (anggota) bukanlah suatu organisasi. Artinya, suatu organisasi membutuhkan anggota. Tapi, anggota seperti apakah yang diinginkan?
Suatu organisasi tentunya memiliki suatu dasar dan tujuan, dan akan lebih baik lagi kalau suatu organisasi memiliki budaya-budaya atau nilai-nilai yang baik. Atas dasar dan tujuan yang dimilikinya ini, suatu organisasi membutuhkan anggota yang sedemikian rupa sehingga cocok dengan dasar dan tujuan. Setiap anggota baru yang ingin masuk ke dalam himpunan tentunya memiliki bentuk dan tujuan yang berbeda. Bentuk dan tujuan yang berbeda-beda ini harus diarahkan dan dibentuk untuk memiliki hal yang serupa dan searah dengan dasar dan tujuan dari organisasi tersebut. Lalu, bagaimana cara mengarahkan dan membentuk anggota-anggota tersebut? Tentu saja dengan kaderisasi.
Perlu kita ingat kembali bahwa kaderisasi adalah proses penurunan nilai dan tujuan dari penurunan nilai ini adalah untuk menyelaraskan bentuk dan tujuan anggota baru.
Bayangkan anggota baru tanpa adanya kaderisasi. Mahasiswa baru ini tidak semuanya mengetahui tujuan dari adanya organisasi dan akan bergerak secara sporadis. Mahasiswa baru tidak semuanya memiliki kemampuan beradaptasi yang cepat sehingga tidak semua mahasiswa segera akrab dengan teman dan seniornya. Efek jangka panjang dari hal ini adalah ketidak-pahaman atas apa yang harus dikerjakan dan dicari di dalam suatu organisasi dan ketidaknyamanan yang dimiliki oleh mahasiswa baru ketika berada di dalam organisasi tersebut. Hasilnya adalah, mahasiswa baru akan banyak yang meninggalkan organisasi itu. Hal yang kita takutkan sebelumnya suatu saat akan terjadi, yaitu suatu organisasi tanpa massa.
Akan tetapi, kaderisasi di berbagai organisasi sering kali disalahgunakan untuk melampiaskan kebosanan dan mungkin pelampiasan emosi dari senior kepada adik-adiknya (anggota baru). Kaderisasi yang demikian, yang menggunakan metode-metode kasar dan tidak perlu seharusnya dirombak kembali. Kaderisasi yang demikian menumbuhkan mental yang tidak baik dan bisa mengakibatkan dendam yang tidak perlu antar peserta.
 Kaderisasi yang benar adalah kaderisasi yang sesuai dengan dasar dan tujuan terbentuknya suatu organisasi. Jadi, dengan kata lain kaderisasi itu perlu tapi harus dijalankan dengan metode yang tepat dan sesuai dengan dasar dan tujuan suatu organisasi.

Jenis-jenis kaderisasi

Ada berbagai macam kaderisasi di ITB. (Oke, jadi kali ini kita berbicara hanya di dalam lingkup ITB saja). Pengelompokan jenis kaderisasi di ITB didasarkan kepada kelompok perkumpulan/organisasi yang melaksanakan kaderisasi. Berikut adalah jenis-jenis kaderisasi di ITB.

OSKM ITB (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa ITB)

OSKM ITB selalu dilaksanakan setiap tahun untuk menyambut mahasiswa baru. Mahasiswa baru yang biasanya berjumlah lebih dari 4000 ini akan dikaderisasi oleh mahasiswa tingkat 2 yang telah melaksanakan diklat terpusat dan diklat divisi. OSKM ini dilaksanakan oleh Keluarga Mahasiswa ITB. Apa yang menjadikan OSKM ITB ini penting? Mahasiswa baru pada umumnya belum mengetahui mengenai seluk beluk kehidupan kemahasiswaan dan kegiatan-kegiatan yang ada di ITB. OSKM ini bertujuan untuk mengenalkan Keluarga Mahasiswa (KM) ITB, kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya, organisasi-organisasi yang ada di dalam ITB (misalkan UKM dan HMJ), dan terutama nilai-nilai yang penting sebagai seorang mahasiswa. Materi yang paling penting ditanamkan bagi mahasiswa baru adalah identitas mahasiswa itu sendiri. Posisi, potensi, dan peran mahasiswa.  Mahasiswa baru ini harus sadar akan tujuan mereka menjadi mahasiswa. Mahasiswa baru juga biasanya diajarkan budaya-budaya penting yang dimiliki mahasiswa ITB.
Dari tahun ke tahun, metode kaderisasi yang dilaksanakan oleh Keluarga Mahasiswa ITB selalu menjadi lebih baik. Perbaikan metode dan materi selalu dilaksanakan. Akan tetapi, memang masih ada unsur-unsur kaderisasi yang kurang baik, misalkan agitasi yang melibatkan emosi dan unsur menakut-nakuti dari kakak tingkat. Akan tetapi, menurut beberapa orang, kegiatan OSKM ini tidak sebanding dengan kegiatan osjur (ospek jurusan) yang relatif lebih berat dan menguras emosi.
Jadi, hal yang penting dari OSKM ini adalah penanaman nilai-nilai kemahasiswaan secara umum dan pengenalan Keluarga Mahasiswa ITB untuk mempersiapkan mahasiswa-mahasiswa baru dalam melaksanakan kehidupan mahasiswanya di ITB.

Kaderisasi Unit Kegiatan Mahasiswa

Kaderisasi Unit Kegiatan Mahasiswa dilakukan oleh suatu unit sebagai proses penerimaan anggota baru. Kaderisasi yang dilakukan bervariasi dan tergantung UKM tersebut. Biasanya, UKM dalam rumpun seni dan olahraga memiliki sistem kaderisasi yang lebih berat dan ketat dibandingkan rumpun-rumpun lain. Kaderisasi yang dilaksanakan oleh UKM biasanya bertujuan untuk mempererat kekeluargaan anggota-anggota baru (pemberian tugas untuk wawancara teman seangkatan), memperkenalkan anggota-anggota UKM (pemberian tugas wawancara kakak tingkat di UKM), dan meningkatkan rasa cinta dan tanggung jawab terhadap UKM yang telah dipilihnya (pemberian tugas yang berkaitan dengan tujuan UKM).
Menurut saya pribadi, beberapa kaderisasi di UKM kadang-kadang terlalu memakan waktu dan tenaga dan tidak perlu. Apabila kita melihat kembali alasan terbentuknya suatu UKM, yaitu atas suatu minat dan tujuan yang sama (misalkan terbentuknya ITB Student Orchestra karena keinginan dan tujuan yang sama dari beberapa mahasiswa untuk membentuk suatu orkestra, atau terbentuknya Unit Basket Ganesha karena minat olah raga yang sama), seharusnya kaderisasi tidak perlu memakan waktu lama dan sebaiknya dipusatkan pada kegiatan-kegiatan UKM seperti latihan bersama, atau berkumpul bersama.

Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) Terpusat OSKM

Diklat Terpusat OSKM dilakukan untuk melatih dan menanamkan kembali nilai-nilai kemahasiswaan kepada mahasiswa TPB yang akan naik ke tingkat dua. Tujuan utama dari Diklat Terpusat ini adalah untuk mempersiapkan mahasiswa TPB untuk menjadi pengkader (pelaksana kaderisasi) bagi kegiatan OSKM dan sebagai persiapan mahasiswa di dunia kemahasiswaan tingkat dua yang tentunya lebih berat dibandingkan masa TPB. Diklat Terpusat ini juga dilaksanakan untuk melakukan distribusi peserta diklat dalam kepanitiaan OSKM.

Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) Divisi Lapangan OSKM

Diklat Divisi Lapangan OSKM yang biasanya disingkat menjadi Diklat Divisi ini merupakan Diklat dan kaderisasi lanjutan dari Diklat Terpusat. Diklat ini ditujukan bagi panitia lapangan OSKM, yaitu panitia Mentor, panitia Medik, dan panitia Keamanan. Diklat Divisi merupakan diklat yang tergolong berat karena mengharuskan pesertanya untuk melakukan banyak tugas (untuk menambah dan memperkaya wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa baru) dan melaksanakan pelatihan fisik. Porsi dari masing-masing diklat divisi berbeda tergantung tugas dari panitia lapangan itu sendiri. Diklat ini merupakan salah satu sarana untuk semakin mengenal teman seangkatan yang beda jurusan.

Osjur (Ospek Jurusan)

Osjur atau ospek jurusan adalah kaderisasi yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan terhadap mahasiswa tingkat dua yang ingin memasuki Himpunan Mahasiswa Jurusan. Pada umumnya, hampir semua mahasiswa tingkat dua ingin memasuki HMJ. Banyak alasan yang mereka miliki untuk memasuki suatu HMJ. Alasannya beragam, mulai dari alasan sepele seperti ikut-ikutan teman, dan alasan yang berbobot seperti ingin ikut berkontribusi bersama anggota HMJ yang lain untuk menghasilkan karya yang berguna bagi bangsa dan negara.
Osjur merupakan kaderisasi yang dianggap paling penting bagi beberapa orang. Hal ini dikarenakan osjur menentukan diterima atau tidaknya seseorang di dalam suatu himpunan. Beberapa himpunan di ITB memiliki beberapa aturan yang melarang penyebaran informasi akademik yang berguna bagi mahasiswa non himpunan sehingga sangat menyulitkan bagi mahasiswa non himpunan. Berbagai informasi mengenai soal-soal ujian tahun sebelumnya, solusi pengerjaan, informasi beasiswa, kunjungan industri, dan sebagainya tidak akan menjadi hak dari mahasiswa non himpunan.
Akan tetapi beberapa osjur yang dilakukan masih menggunakan metode yang tidak tepat. Pada beberapa interaksi osjur masih terdapat agitasi (lebih dikenal sebagai situasi dimana mahasiswa baru dimarahi dan diteriaki oleh massa himpunan apabila melakukan kesalahan). Terkadang mahasiswa juga diminta untuk melakukan hukuman fisik (misalkan push up, squat jump, atau lari) bila melakukan kesalahan.  Metode ini kurang baik karena menunjukkan kekasaran dan kurangnya profesionalitas dari kakak tingkat.

Kaderisasi (osjur) seperti apa yang baik?

Berbicara mengenai osjur, pertama-tama kaderisasi yang baik adalah kaderisasi yang berjalan sesuai dengan tujuan dari Himpunan Mahasiswa Jurusan itu sendiri. Kaderisasi yang baik harus dipikirkan secara matang baik materi yang ingin disampaikan dan metode yang digunakan. Materi dan metode yang digunakan harus tepat sasaran. Adapun pelaksana kaderisasi harus mengetahui tugas dan kewajibannya sebagai pelaksana kaderisasi dengan baik sehingga materi dan metode yang telah dirancang dengan baik akan tersampaikan dengan baik.
Kaderisasi yang baik juga melibatkan interaksi dua arah dari pelaksana dan peserta kaderisasi. Baik pelaksana dan peserta harus mendapat pembelajaran dari kaderisasi tersebut untuk berjalan ke arah yang lebih baik.

Kaderisasi yang baik juga tidak memakan waktu terlalu lama. Waktu yang sangat berharga bagi mahasiswa ini sebaiknya digunakan dengan baik untuk kegiatan akademis dan tujuan dari himpunan itu sendiri, misalkan keprofesian.
Sebenarnya masih ada juga metode kaderisasi aktif, atau kaderisasi cultural yang berlangsung secara kontinyu.

KEPROFESIAN TEKNIK KIMIA

Mahasiswa merupakan ujung tombak generasi penerus bangsa.
Masih ingatkah teman-teman akan kalimat di atas? Bila ya, maka teman-teman sekalian telah mendengarkan orang-orang yang benar, atau mungkin teman-teman sekalian telah membaca artikel yang telah saya tuliskan sebelumnya mengenai kemahasiswaan. Judulnya adalah, “Sudahkah Kamu Menjadi Mahasiswa yang Sesungguhnya?”
Nah, mari kita ingat kembali alasan di balik kalimat di atas. Salah satu alasan terpenting dari kalimat di atas adalah keprofesian dari seorang mahasiswa. Apa itu keprofesian? Sebenarnya, arti kata keprofesian sendiri tidak ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Akan tetapi, pengertian “profesi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu.  Dari pengertian ini kita dapat melihat perbedaan antara profesi dan pekerjaan. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan keahlian atau keterampilan tertentu. Contoh dari profesi adalah insinyur proses di dalam suatu pabrik.
Sedangkan fungsi dari imbuhan ke- dan –an pada kata dasar dapat memberikan makna kata benda yang abstrak, membentuk kata kerja yang pasif, dan membentuk kata sifat. Sedangkan pada kata keprofesian sendiri, fungsi imbuhan ke- dan –an berfungsi sebagai kata benda yang abstrak.
Dengan demikian, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa keprofesian adalah suatu bidang yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu.
Setiap mahasiswa dapat menentukan sendiri bidang keprofesian yang diinginkannya dan pilihan ini akan berdampak besar bagi kemajuan bangsa kita. Beberapa keprofesian lebih dibutuhkan di bandingkan keprofesian lainnya. Akan tetapi, banyak pula keprofesian yang kurang diminati namun ternyata dibutuhkan oleh negara kita. Contohnya saja, belakangan ini para lulusan insinyur banyak yang meminati profesi oil and gas karena konon profesi ini memberikan gaji yang besar. Karenanya, banyak bidang pekerjaan lain yang kurang diminati padahal dibutuhkan oleh negara kita, sebut saja bidang pertanian dan kelautan. (Ingat kan, negara kita adalah negara agraris dan negara maritim? Seharusnya negara kita juga kuat dalam bidang pertanian dan kelautan)
Mungkin saya masih sangat kurang berpengalaman dalam bidang keprofesian, tapi saya ingin mencoba membagikan apa yang saya ketahui dalam bidang keprofesian ini. Saya akan bercerita mengenai bidang keprofesian khususnya bagi para insinyur teknik kimia.
Sebelum memulai perbincangan mengenai keprofesian teknik kimia, ada baiknya kita semua tahu apa itu teknik kimia.
Teknik kimia adalah suatu cabang ilmu teknik/rekayasa yang mempelajari pemrosesan barang mentah menjadi barang yang berguna secara ekonomis, dengan langkah-langkah yang melibatkan peristiwa kimia, biologis dan /atau fisis sehingga mengalami perubahan tingkat wujud, kandungan energi, atau komposisi.
Pada dasarnya ilmu yang dipelajari di dalam teknik kimia adalah ilmu kimia dan fisika yang digunakan untuk merekayasa suatu barang dan melibatkan faktor ekonomi dan sosial. Dasar-dasar ilmu yang dipelajari di teknik kimia sendiri adalah ilmu fisika, ilmu kimia, dan ilmu termodinamika. Mungkin karena namanya yang “berbau” kimia, orang-orang berpikir bahwa akan banyak ilmu kimia yang dipelajari di dalam teknik kimia. Pada kenyataannya, ilmu yang paling mendasar yang dipelajari adalah ilmu fisika dan termodinamika.
Menurut pendapat saya pribadi, ilmu teknik kimia adalah suatu ilmu yang dapat dipelajari dengan mengandalkan kemampuan matematika, berlogika, dan tentu saja kemauan untuk belajar yang kuat dan kerja keras. Karenanya, hasil dari pembelajaran ilmu teknik kimia itu sendiri adalah suatu kemampuan untuk berpikir layaknya seorang insinyur proses. Sementara itu, seorang insinyur proses dapat ditempatkan di berbagai bidang keprofesian yang memiliki atau menjalankan suatu proses. Contohnya adalah bidang oil and gas, petroleum, Fast Moving Customer Goods (FMCG), perbankan, dan dunia pendidikan. Jadi, seorang lulusan teknik kimia dapat ditempatkan dimana saja, tergantung minat dari insinyur tersebut.
Banyaknya pilihan bidang keprofesian yang ditawarkan oleh ilmu teknik kimia ternyata tidak membuat pilihan pekerjaan mahasiswa tersebar merata. Mayoritas mahasiswa teknik kimia mengincar bidang keprofesian oil and gas karena bidang ini konon memberikan gaji awal yang tinggi dan juga memberikan kualitas yang baik dalam bidang training pekerja.
Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan mahasiswa mengenai bidang keprofesian sesudah ia lulus dari perguruan tinggi. Di ITB, mahasiswa yang duduk di bangku Tahap Persiapan Bersama (TPB) harus memilih jurusan yang diinginkan. Sementara itu, rendahnya pengetahuan mahasiswa-mahasiswa ini terhadap jurusan-jurusan yang ada membuat mereka memilih jurusan berdasarkan keprofesian yang populer dalam bidang tersebut atau berdasarkan ilmu yang dipelajari dan tingkat kesulitan akademik yang ada pada jurusan tersebut. Kebanyakan dari mahasiswa baru ini masih belum mengerti keprofesian apa saja yang terdapat di jurusan yang mereka pilih.
Dalam bidang teknik kimia sendiri, tentu tak hanya bidang keprofesian minyak dan gas yang dapat dipilih oleh mahasiswa. Bidang keprofesian yang dapat dipilih sarjana teknik kimia memang sangat luas, oleh sebab itu mari kita bahas beberapa bidang keprofesian yang umum dipilih oleh mahasiswa teknik kimia.
1.      Oil and Gas. Oil & gas merupakan salah satu bidang keprofesian yang menjadi favorit mahasiswa teknik kimia. Pasalnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ini memberikan gaji dan fasilitas yang baik bagi para pekerjanya. Selain itu, pengembangan karir yang baik juga menjadi suatu alasan tersendiri. Sebut saja perusahaan-perusahaan oil & gas terkemuka baik milik negri maupun milik asing, Schlumberger, Pertamina, Chevron, Total, Shell, Conoco Phillips, Medco, dan Exxon Mobil. Walaupun bidang keprofesian ini pada dasarnya merupakan ladang pekerjaan sarjana lulusan Teknik Perminyakan, banyak insinyur dari berbagai bidang keilmuan lain mengincar pekerjaan ini. Umumnya, sarjana teknik kimia dapat ditempatkan pada posisi Production Engineer atau bahkan dapat diterima sebagai Petroleum Engineer.
2.      Fast Moving Consumer Goods (FMCG). FMCG merupakan bidang yang bergerak untuk memproduksi barang konsumen yang digunakan oleh konsumen sehari-hari. Contoh produk-produk yang dihasilkan adalah shampoo, sabun, odol, makanan ringan (snack), dairy goods (produk yang mengandung susu seperti susu UHT, keju, dan lain-lain), dan minuman ringan. Ilmu yang dipelajari di dalam teknik kimia sangat diperlukan dalam bidang-bidang ini, terutama pada bagian proses. Selain itu, dengan menekuni bidang ini, seseorang dapat meningkatkan business sense yang dimilikinya (karena pada dasarnya bidang FMCG merupakan bidang yang selalu membutuhkan inovasi dan memberikan tantangan yang baru setiap harinya. Mengapa? Karena produk FMCG yang dihasilkan selalu bertambah dan memiliki kualitas yang terus meningkat setiap harinya). Perusahaan FMCG yang terkenal dan sering menjadi sasaran para mahasiswa adalah Unilever, Nestle, P&G, Orang Tua, dan  KAO. Sarjana teknik kimia dapat ditempatkan di bagian mana saja pada bidang keprofesian ini, bisa pada bidang produksi, proses, business & mareketing, bahkan ke dalam bidang HRD.
3.      Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC). EPCC adalah bidang yang sangat sesuai dan sangat menggunakan ilmu teknik kimia. Hampir semua ilmu yang dipelajari di teknik kimia digunakan di dalam bidang ini. Pada bidang ini, seorang insinyur akan bekerja sama dengan insinyur lain untuk merancang suatu pabrik, membangun pabrik, mengecek kualitas suatu pabrik, menambah kualitas pabrik dengan merombak susunan pabrik, dan mengecek sumber permasalahan dari suatu pabrik (troubleshooting). Insinyur teknik kimia akan diminta untuk membuat PFD dan P&ID (diagram proses dan diagram alir), analisis NME (Neraca Massa dan Energi), ukuran dan materi penyusun peralatan, dan peletakan unsur-unsur pabrik. Bidang EPCC ini merupakan bidang yang berfungsi untuk membangun suatu pabrik (industri) sehingga sangat dibutuhkan pula oleh negara kita saat ini untuk memajukan perindustrian negara. Perusahaan-perusahaan yang favorit pada bidang EPCC ini adalah Rekayasa Industri (Rekin), KBR, IKPT, Tripatra, Saipem, dan lain-lain.
4.      Petrokimia. Bidang petrokimia banyak melibatkan proses pencampuran, proses pemisahan, dan proses konversi yang erat kaitannya dalam bidang teknik kimia. Proses yang digunakan disini adalah proses kimia yang memanfaatkan ilmu fisika untuk meningkatkan kualitas dari konversi dan laju reaksinya. Intinya, bidang petrokimia merupakan bidang yang menggunakan proses untuk menghasilkan barang jadi dimana proses ini adalah ilmu yang dipelajari oleh seorang sarjana teknik kimia. Contoh pekerjaan yang dilakukan sarjana teknik kimia adalah process engineer dan tugasnya adalah menganalisis kolom distilasi, reaktor sintesis, kolom absorber, melaksanakan troubleshooting, dan pengolahan limbah. Contoh-contoh produk dari bidang petrokimia sendiri adalah pupuk urea dan pupuk amonia. Tentu kedua produk ini adalah hal penting yang dibutuhkan negara kita untuk meningkatkan bidang pertanian dan perkebunan.
5.      Industri Kimia. Industri kimia ini tidak berbeda jauh dengan petrokimia, hanya saja bahan baku yang digunakan dan produk yang dihasilkan lebih luas dan membutuhkan perlakukan yang berbeda-beda.
6.      Konsultan. Seperti yang saya katakan sebelumnya, seorang sarjana teknik kimia akan memiliki kemampuan berlogika yang baik dan disertai dengan kemampuan analisis yang baik. Pada bidang ini, hal yang ditekankan adalah problem solving dengan metode yang kreatif dan inovatif. Konsultan disini tidak hanya bertugas menyelesaikan masalah yang menyangkut bidang teknik kimia saja, melainkan juga berbagai bidang lainnya seperti bisnis, pendidikan, dan jasa. Beberapa perusahaan konsultan yang terkenal adalah McKinsey & Company, BCG, dan Accenture.
7.      Bidang Energi. Bidang energi terutama bioenergi akan menjadi salah satu bidang yang diperlukan di Indonesia mengingat sumber daya alam Indonesia yang melimpah (perkebunan kelapa sawit, pohon aren, pohon nyamplung, pohon pongam dan lain sebagainya yang dapat digunakan sebagai sumber bioenergi) dan kebutuhan Indonesia dalam bidang energi. Bioenergi dapat menghasilkan bioetanol dan biodiesel yang dapat memenuhi kebutuhan energi Indonesia. Bidang ini masih menjadi bidang riset pemerintah namun cukup menjanjikan bagi sarjana teknik kimia.
8.      Bidang Pendidikan dan Penelitian (Research and Development). Tentu seorang sarjana teknik kimia dapat menjadi pendidik (dosen) dan menjadi peneliti juga. Tak sedikit sarjana teknik kimia yang menjadi pendidik sekaligus peneliti. Mengambil bidang ini bukan berarti memiliki gaji yang rendah atau karena tidak diterima bekerja di perusahaan. Seorang dosen dapat diikutsertakan dalam projek pemerintah dan perusahaan dan upah yang diberikan kepada dosen juga bukan merupakan nilai yang kecil. Orang-orang yang berkecimpung di bidang ini biasanya adalah orang yang senang untuk terus belajar dan membagikan ilmu yang dimilikinya bagi orang lain.
9.      Bisnis dan Wirausaha. Banyak sarjana teknik kimia yang membuka usahanya sendiri. Tidak ada salahnya mencoba melakukan sesuatu yang baru dan kreatif. Misalkan saja, seorang sarjana teknik kimia dapat menciptakan teknik pengolahan air dan membangun perusahaannya sendiri. Bisa juga dengan membuat pabrik yang menghasilkan produk bioenergi dari bahan baku sumber daya alam yang memiliki nilai jual yang rendah.
Banyak sekali bukan, bidang keprofesian yang dapat dipilih oleh seorang sarjana teknik kimia?

Ada satu saran dari saya. Pilihlah bidang keprofesian yang kita inginkan bukan hanya berdasarkan pada gaji saja, melainkan apa yang menjadi minat kita. Apabila kita hanya mengincar gaji yang tinggi saja maka kita hanya akan bekerja seperti robot dan seperlunya saja. Ingatlah akan semua aspek yang telah membantu kita berada di posisi kita nanti. Contoh kecil, ingatlah kepada orang tua dan negara kita. Berikanlah kontribusi yang baik bagi kemajuan negara kita, karena itulah peran kita sebagai mahasiswa. Masih ingat artikel yang sebelumnya bukan?

SUDAHKAH KAMU MENJADI MAHASISWA YANG SESUNGGUHNYA?

Pada tahun 2011, Indonesia telah memiliki 5,6 juta mahasiswa yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah mahasiswa yang merupakan mahasiswa baru ada sekitar 1,1 juta mahasiswa dan jumlah ini akan terus bertambah setiap tahunnya.  Sementara menurut mantan Sekretaris Jenderal dan Kementrian Kebudayaan, Ainun Naim, jumlah pelajar yang dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada tahun 2014 hanya 30 persen saja. Jumlah ini sebenarnya telah meningkat sebanyak 20% dibanding tahun sebelumnya. Dengan demikian, jumlah mahasiswa pada tahun 2015 telah meningkat dan memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan tahun 2011.
5,6 juta mahasiswa ini merupakan salah satu aset terpenting negara. Mengapa demikian? Mahasiswa merupakan ujung tombak dari generasi muda yang akan melanjutkan keberjalanan Indonesia. Mahasiswa merupakan calon-calon penerus dan pemimpin bangsa karena kemampuan-kemampuan yang akan dimilikinya nanti setelah lulus dari status mahasiswanya. Mahasiswa ini kedepannya dapat menjadi politikus, pemerintah, insinyur, bankir, ahli terapi, dokter, dan masih banyak posisi lain yang dapat dicapainya. Mahasiswa inilah yang kelak akan menggerakkan Indonesia.
Berbicara mengenai mahasiswa, sebenarnya apa itu mahasiswa? Mungkin hal ini masih menjadi pertanyaan bagi beberapa orang. Mahasiswa merupakan sebuah kata yang tersusun dari kata “maha” dan kata “siswa”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “maha” memiliki arti sangat; amat; teramat; sementara siswa memiliki arti murid; pelajar; sehingga mahasiswa dapat didefinisikan sebagai pelajar yang berada pada tingkat yang tertinggi. Tingkat yang tertinggi ini ditempuh di suatu Perguruan Tinggi. 
Beberapa orang di luar sana mungkin hanya memandang mahasiswa sebagai pelajar yang menempuh pendidikan di suatu Perguruan Tinggi. Namun,  menuntut ilmu di suatu Perguruan Tinggi   hanyalah merupakan tiket atau tanda seseorang untuk memiliki status sebagai mahasiswa. Mahasiswa memiliki identitas yang dapat kita jabarkan ke dalam tiga hal berikut, yaitu posisi, potensi, dan peran.  Identitas inilah yang menentukan apakah seseorang benar-benar telah menjadi mahasiswa ataukah belum
Posisi mahasiswa di dalam masyarakat saat ini adalah sebagai masyarakat sipil akademisi. Sebelumnya mahasiswa dijabarkan sebagai masyarakat sipil terpelajar, tapi hal ini kemudian drevisi karena sesungguhnya kelompok terpelajar bukan hanya terdiri dari mahasiswa. Masyarakat lain yang tidak menjadi mahasiswa pun dapat menjadi seorang yang terpelajar. Mahasiswa pun dikatakan sebagai masyarakat sipil akademisi sehingga dapat didefinisikan sebagai masyarakat sipil yang terus belajar dan berhubungan dengan dunia pendidikan secara formal. Adapun masyarakat sipil sendiri memiliki pengertian sebagai masyarakat yang mendukung kemajuan bangsa tanpa menginginkan posisi, kekuasaan, dan keuntungan materi. Posisi yang dimiliki mahasiswa sangat baik, karena sebagai masyarakat sipil, mahasiswa juga merupakan seorang akademisi.
Bagaimana dengan kelompok masyarakat lain? Agar lebih jelas lagi, sebenarnya terdapat tiga kelompok besar masyarakat. Ketiga kelompok itu adalah masyarakat politik, masyarakat ekonomi, dan masyarakat sipil. Masyarakat politik adalah masyarakat yang memperjuangkan sesuatu demi meraih kekuasaan. Contoh dari masyarakat politik ini adalah politikus. Masyarakat ekonomi adalah masyarakat yang melakukan sesuatu demi mengejar keuntungan atau laba. Contoh dari masyarakat ekonomi adalah pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang di pasar. Masyarakat sipil merupakan kelompok masyarakat yang berbeda dari kedua kelompok di atas. Masyarakat sipil bertujuan untuk memajukan bangsa dan negara tanpa mengharapkan kekuasaan dan keuntungan.
Potensi adalah sesuatu yang dimiliki seseorang dan dapat dikembangkan dan digunakan untuk membantu dirinya dan orang lain. Lalu, apakah potensi dari mahasiswa itu sendiri? Mahasiswa memiliki potensi-potensi yang sangat besar. Mahasiswa akan terus belajar baik dalam lingkungan akademik maupun non-akademik. Mahasiswa dapat mempelajari banyak hal sekaligus, bukan hanya ilmu akademik yang didapatkannya di dalam kuliah. Mahasiswa dapat mempelajari bagaimana cara berinteraksi yang baik dengan orang lain, mempelajari permasalahan-permasalahan bangsa seperti permasalahan BBM, upah buruh, dan sebagainya. Ada begitu banyak hal yang dapat dipelajari oleh seorang mahasiswa. Akan tetapi, potensi mahasiswa dapat kita kelompokkan dalam tiga kelompok berikut, yaitu hard skill, soft skill, dan idealisme.
Hard skill adalah kemampuan mahasiswa di dalam bidang keilmuan yang dipelajarinya. Hard skill ini dapat diukur dan dapat terlihat secara kasat mata, seperti nilai tes atau ujian, indeks prestasi (IP) dan piagam penghargaan. Hard skill yang dimiliki oleh seorang mahasiswa merupakan kemampuan-kemampuan dasar yang seterusnya masih dapat dikembangkan. Hal inilah yang membedakan hard skill yang dimiliki oleh seorang mahasiswa dan seorang pekerja. Hard skill yang dimiliki oleh seorang pekerja pada umumnya merupakan kemampuan yang lebih spesifik dan telah dikembangkan dalam rangka melaksanakan tugas pekerjaannya.
Soft skill merupakan kemampuan mahasiswa yang berhubungan dengan emosi dan tidak kasat mata atau tidak dapat diukur secara langsung (subjektif). Soft skill merupakan kemampuan mahasiswa yang didapat dari interaksi mahasiswa dengan lingkungan sekitarnya. Sebut saja kegiatan belajar kelompok, presentasi, kerja sama tim, kegiatan kepanitiaan, kegiatan sosial, kajian, dan seminar. Soft skill dibutuhkan oleh seorang mahasiswa untuk mendukung hard skill yang dimilikinya. Soft skill dapat berupa kemampuan memimpin, kemampuan berbicara di depan umum (public speaking), manajemen waktu, kemampuan mempersuasif orang lain, mendengarkan orang lain, tanggung jawab, dan kemampuan untuk mengontrol emosi.
Perpaduan antara hard skill dan soft skill yang dimiliki oleh seorang mahasiswa dapat melahirkan prinsip atau cara pandang. Cara pandang yang dipegang oleh mahasiswa inilah yang disebut sebagai idealisme. Cara pandang ini diperoleh mahasiswa dari hard skill yang diperoleh dalam kegiatan perkuliahan dan soft skill yang diperoleh dari kegiatan berorganisasi. Cara pandang yang dimiliki mahasiswa biasanya bersifat lebih normatif atau idealis dan terkesan polos. Hal ini disebabkan cara pandang yang dimiliki masih murni dan tidak ada campur tangan atasan, tuntutan kerja atau keinginan untuk mencari keuntungan. Cara pandang ini mungkin terkesan kurang baik, tapi sebaiknya dipertahankan.
Nah, dengan memiliki posisi yang begitu baik dan potensi yang begitu besar, tentunya mahasiswa memiliki peran yang besar pula. Mahasiswa memiliki berbagai peran yang penting di dalam masyarakat. Ada beberapa jenis pengelompokan peran yang dimiliki oleh mahasiswa. Akan tetapi terdapat dua peran pokok mahasiswa, yaitu 1) menjadi generasi bangsa penerus dan sebagai penurun nilai-nilai kepada generasi berikutnya dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya  dan 2) membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam masyarakat dengan menggunakan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat, mahasiswa juga sebaiknya dapat mendorong masyarakat untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
Kedua peran pokok mahasiswa di atas sebenarnya diperoleh dari peran-peran mahasiswa sebagai 1) Iron Stock (Persediaan besi); 2) Agent of Change (Agen perubahan) ; 3) Guardian of Value (Penjaga Nilai); dan  4) Role Model (Contoh masyarakat). Mahasiswa dapat diibaratkan sebagai besi, yaitu suatu benda yang dapat dibentuk menjadi sesuatu yang diinginkan, suatu benda yang apabila ditempa akan menjadi semakin kuat, dan suatu benda yang apabila dihias akan menjadi sesuatu yang indah dan berguna. Mahasiswa dapat dibentuk dan ditempa menjadi penerus bangsa yang dapat memajukan bangsa. Mahasiswa kemudian dapat menjadi agen perubahan. Mahasiswa dapat mengubah sesuatu yang salah menjadi lebih benar. Perubahan ini dapat terjadi karena banyaknya jumlah mahasiswa yang ada di dalam suatu negara. Kemudian mahasiswa juga harus menjadi penjaga nilai-nilai yang telah mereka terima sebelumnya. Nilai-nilai inilah yang kemudian dapat diwariskan kepada generasi-generasi berikut. Mahasiswa yang memiliki begitu banyak potensi haruslah menjadi contoh bagi masyarakat. Suatu lingkungan masyarakat akan berjalan menuju arah yang lebih baik bilamana terdapat penggerak dan contoh yang baik di tengah-tengah mereka. Itulah peran seorang mahasiswa.
Lalu, bagaimana cara seorang mahasiswa memiliki identitas yang seharusnya dimilikinya? Sebelumnya seorang  mahasiswa harus memahami arti kemahasiswaan. Apakah kemahasiswaan itu? Kemahasiswaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah seluk beluk mahasiswa; sesuatu yang berkaitan dengan kemahasiswaan.  Lalu, apa hubungannya antara kemahasiswaan dan meraih identitas mahasiswa?
Kemahasiswaan itu sendiri merupakan suatu proses pembelajaran. Untuk memperoleh hard skill, kita butuh proses pembelajaran dari ilmu yang kita tekuni. Tanpa belajar, ilmu tersebut tidak akan ada di dalam kita dan tentu saja tidak akan menjadi kemampuan yang kita miliki. Pembelajaran itu sendiri adalah proses yang berkelanjutan dan tidak pernah berhenti. Pembelajaran tidak memiliki batasan waktu dan ruang. Mahasiswa bisa belajar apa saja, dimana saja, dan kapan saja. Pada saat kita berinteraksi dengan orang lain pada saat itu pula lah proses belajar mengenai orang lain itu dimulai. Pada saat kita berbincang-bincang dengan sesama, pada saat itu lah proses belajar berdiskusi dan berinteraksi dilakukan. Saat kita menjadi seorang anggota dalam suatu kegiatan, pada saat itu kita dapat belajar untuk mendengarkan dan melaksanakan perintah atasan. Saat kita mengajukan diri sebagai seorang pemimpin pada saat itulah kita belajar untuk menjadi berani memikul tanggung jawab. Saat kita menjadi seorang ketua dalam suatu kegiatan, pada saat itu pulalah kita belajar untuk memimpin orang lain. Saat kita berusaha menyeimbangkan kegiatan non akademik dengan akademik, pada saat inilah kita belajar untuk mengatur waktu dengan baik. Proses pembelajaran terjadi kapan saja dan dimana saja.
Seorang mahasiswa tidak boleh lelah dan berhenti belajar karena ini merupakan inti dari menjadi seorang mahasiswa. Proses pembelajaran inilah yang membentuk seorang mahasiswa menjadi mahasiswa yang sesungguhnya yang sungguh-sungguh memiliki hard skill dan soft skill. Ruang dan lingkungan tempat kita melaksanakan pembelajaran inilah yang akan membentuk kita dan membantu kita untuk memiliki prinsip dan cara pandang yang tepat.
Kalau demikian, bagaimana cara seorang mahasiswa memperoleh suatu pembelajaran yang tepat? Tidak ada rumus pembelajaran yang tepat. Semua jenis pembelajaran dapat dilakukan sesuai minat dan bakat dari seorang mahasiswa. Seorang mahasiswa bisa membagi-bagi porsi pembelajaran yang diinginkannya. Selama seorang mahasiswa masih memiliki keinginan untuk belajar, maka ia dapat mengembangkan dan mengasah kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Tugas pokok mahasiswa adalah belajar dalam bidang akademik. Tugas ini kemudian harus dipertanggungjawabkan kepada orang tua maupun penanggung jawab mahasiswa tersebut (pemberi beasiswa). Akan tetapi, apabila seorang mahasiswa tidak mengembangkan dirinya dalam bidang lain maka kemampuan mahasiswa tersebut tidak akan seimbang. Mahasiswa tersebut tidak memiliki kemampuan lain yang dapat menyokong bidang akademiknya. Oleh sebab itu, mahasiswa harus mengikuti kegiatan lain di luar kegiatan akademik.
Semua perguruan tinggi pasti memfasilitasi kegiatan mahasiswa non akademik, misalkan kabinet mahasiswa, unit atau klub minat, dan himpunan mahasiswa jurusan. Kegitatan-kegiatan seperti ini dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan soft skill yang dimilikinya. Mahasiswa dapat melatih kemampuan berpikir cepat, berdiskusi, berdebat, berbicara di depan umum, menjadi pemimpin, mepersuasif orang, menjadi pendengar yang baik, manajemen waktu yang baik, dan kemampuan untuk bertahan di dunia yang sesungguhnya.
Tapi ingatlah wahai teman-temanku sesama mahasiswa. Kemampuan-kemampuan yang kita miliki itu tidak akan ada gunanya apabila tidak kita manfaatkan untuk hal-hal yang lebih baik. Ingatlah bahwa kita merupakan generasi penerus bangsa dan bahwa kita adalah iron of stock dari negara ini. Kita ada untuk memajukan negara dan menyejahterakan negara kita. Kita juga ada disini untuk menjaga nilai-nilai yang ada dan meneruskannya kepada generasi selanjutnya. Kita harus dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan generasi selanjutnya.
Bagaimana cara kita mewujudkan peran kita tersebut? Memang, caranya tidak semudah yang kita bayangkan. Tapi sebagai mahasiswa, kita dapat mulai dengan pembelajaran dan pengajaran kepada mahasiswa lain, baik mahasiswa seangkatan kita, maupun mahasiswa lintas angkatan. Mahasiswa juga dapat melaksanakan penelitian yang dapat berguna bagi masyarakat dan kemudian dapat melakukan pengabdian masyarakat. Hal ini tentu saja telah tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu 1) Pendidikan dan Pengajaran, 2) Penelitian dan Pengembangan, dan 3) Pengabdian Masyarakat.
Banyak kegiatan yang mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi ini, terutama dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan. Misalnya di dalam Kabinet Mahasiswa sendiri telah terdapat projek pengabdian masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial. Sebagai mahasiswa kita dapat memberikan partisipasi kita dalam bentuk sekecil apapun ke dalam kegiatan ini. Di dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan sendiri terdapat banyak kegiatan yang menunjang kegiatan  keprofesian, disinilah mahasiswa dapat mengembangkan dirinya dan mempersiapkan diri menuju dunia keprofesian. Di dalam berbagai kegiatan di kampus, telah banyak pula kegiatan yang menunjang pendidikan dan pengajaran, misalkan kegiatan belajar kelompok dan tutorial.

Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah, seorang mahasiswa harus melaksanakan kegiatan kemahasiswaan, yaitu pembelajaran, untuk benar-benar menjadi mahasiswa dengan memenuhi identitas mahasiswa itu sendiri (Posisi, Potensi, dan Peran). Mahasiswa dapat melaksanakan berbagai kegiatan kemahasiswaan sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Akan tetapi, identitas dari mahasiswa tidak akan lengkap tanpa adanya pelaksanaan dari peran yang dimiliki mahasiswa.